Suara pertamaku di Udara


Masih segar dalam ingatanku saat guru produktif di SMK menyampaikan bahwa setiap siswa wajib menjalani PKL (Praktik Kerja Lapangan) sebagai bagian dari proses pembelajaran nyata di industri. Sebagian teman ada yang mendapat tempat di percetakan, studio foto, bahkan rumah produksi. Tapi aku punya harapan yang berbeda: aku ingin masuk ke dunia radio. Bukan hanya karena penasaran dengan ruang siaran dan alat-alatnya, tapi juga karena aku ingin tahu bagaimana tim media menyampaikan informasi dan hiburan ke publik dalam bentuk suara.

Keinginanku itu menjadi kenyataan ketika aku diterima magang di IRadio Medan, salah satu radio swasta ternama yang sudah lama bersiaran di kota ini. Rasanya campur aduk saat pertama kali masuk kantor mereka: gugup, bersemangat, dan merasa seperti anak kecil yang baru masuk taman bermain baru. Suasana ruangannya tidak terlalu formal, penuh dengan energi kreatif. Orang-orangnya ramah, dan mereka memperlakukanku bukan sekadar anak magang, tapi bagian dari tim.

Penempatan utamaku selama magang adalah sebagai Social Media Manager. Tugasku adalah membantu mengelola akun Instagram IRadio Medan. Aku belajar banyak tentang bagaimana membuat konten yang engaging, menjadwalkan postingan sesuai prime time, memilih hashtag yang efektif, dan menganalisis insight untuk meningkatkan interaksi audiens. Meski ini adalah bagian dari praktik multimedia, ternyata skill desain dan komunikasi visualku sangat berguna di sini. Aku diberi ruang untuk bereksperimen dengan warna, tipografi, dan caption yang sesuai dengan karakter radio.


Tapi tak berhenti di situ saja. Ada momen-momen tak terduga yang membuat pengalaman magang ini terasa sangat luar biasa. Aku diberi kesempatan untuk menjadi penyiar radio dalam beberapa segmen ringan yang membahas lagu-lagu populer di Indonesia saat itu. Rasanya luar biasa bisa mendengar suaraku sendiri dipancarkan lewat frekuensi udara dan disimak oleh banyak orang. Meski awalnya gugup dan salah sebut judul lagu, tapi dengan bimbingan dari kakak-kakak penyiar senior, aku belajar cepat dan mulai menikmati prosesnya.

Di balik layar, aku juga terlibat dalam proses produksi konten promosi dan program interaktif serta menjadwal jam tayang pada konten promosi. Kadang aku membantu mengedit audio siaran, kadang ikut memotret kegiatan behind the scenes. Semua pengalaman ini membuatku paham bahwa radio bukan hanya soal suara penyiar, tapi kerja tim yang solid dan strategi kreatif di baliknya.


Selain sosial media dan siaran, aku juga beberapa kali diminta mendesain konten visual untuk program-program kampanye IRadio. Berbekal kemampuan desain yang aku pelajari di SMK dan pengalaman freelance sebelumnya, aku bisa mengerjakan tugas-tugas itu dengan percaya diri. Bahkan ada satu desainku yang diposting dan mendapat banyak respons positif dari audiens yang menjadi kebanggaan kecil yang berarti besar bagi seorang anak magang.

Yang paling berkesan, mungkin adalah saat IRadio mengajakku ikut ke salah satu event komunitas yang mereka liput saat Asian Games di Indonesia. Di sana, aku belajar bagaimana tim radio bekerja secara langsung di lapangan membuka booth, mewawancarai narasumber, hingga melakukan live report. Aku pun sempat mencicipi peran sebagai fotografer dadakan untuk dokumentasi kegiatan. Dari sinilah aku semakin yakin bahwa dunia media adalah dunia yang dinamis, seru, dan penuh tantangan positif.

Selama tiga bulan magang, aku merasa tidak hanya belajar hal teknis, tapi juga belajar bagaimana menjadi pribadi yang adaptif dan komunikatif. Dunia profesional memang berbeda dari sekolah, dan pengalaman ini membuka mataku tentang pentingnya etika kerja, disiplin waktu, serta kemampuan kolaborasi.

Kini, setiap kali aku memutar lagu-lagu yang dulu pernah aku bahas di siaran, atau melihat akun Instagram IRadio yang pernah aku pegang, aku selalu merasa seperti sedang membuka kembali halaman awal dari sebuah perjalanan panjang. IRadio Medan bukan hanya tempat magang, tapi adalah tempat pertama di mana aku belajar bahwa suaraku punya tempat untuk didengar.

Komentar